BELAJAR SEJARAH dengan SANTUY
January 08, 2020Resensi Novel Fiksi Sejarah
Judul: Sang Pangeran dan Janissary Terakhir
Penulis: Salim A Fillah
Penerbit: Pro-U Media
Tahun Terbit: 2019
Jumlah Halaman: 631 Halaman
Membaca
novel fiksi sejarah karya ustadz @salimafillah yg berjudul Sang Pangeran dan
Janissary Terakhir dengan tagline Kisah, Kasih, dan Selisih dalam Perang
Diponegoro seolah-olah kita sedang mendengarkan sang penulis langsung
menceritakan dengan apik kepada pembacanya. Terlebih lagi bagi mereka yg sudah
sering menikmati tulisan-tulisan beliau atau bahkan mendengarkan potongan kisah
Sang Pangeran yg diceritakan oleh beliau pada saat kajian-kajian terkait.
Novel ini
menceritakan tentang kisah perang Jawa yg terjadi antara tahun 1825 sampai
dengan tahun 1830 yg dilakoni oleh Pangeran Diponegoro serta para pendukungnya
yg terdiri dari para santri dan penduduk sekitar beserta orang-orang terdekat
Sang Pangeran yg kesetiaannya tidak diragukan lagi. Lebih menarik lagi dengan
hadirnya para Janissary Terakhir yg datang dari pusat pemerintahan kekhalifahan
Islam (Turki Utsmani) yg pada saat itu orang-orang Jawa menyebutnya dengan ngerum.
Jelas dengan hadirnya peran para Janissary Terakhir ini penulis ingin
menegaskan bahwa sudah terjalinnya ikatan yg sangat erat antara Kesultanan
Turki Utsmani dengan Kesultanan Mataram yg dibuktikan dengan beberapa
kontribusi mereka terhadap perjuangan raja-raja di Nusantara khususnya Mataram
hingga puncaknya diutuslah mereka para Janissary Terakhir.
Dengan gaya
bahasa yg santai dan dipadukan dengan sastra khasnya penulis, novel ini
berhasil mengaduk-aduk perasaan pembaca dengan berbagai keadaan dan latar
tempat yg diceritakan. Penulis berhasil menggambarkan penokohan yg sangat
bersesuaian dengan sifat dan asal daerah masing-masing tokoh sehingga pembaca
dapat menjiwai ketika membacanya. Selain
itu penggambaran latar tempat yg sangat mencolok juga menjadikan pembaca ikut
terbawa suasana akan lokasi yg sedang dibicarakan.
Mulai dari
keadaan yg menegangkan seperti ketika Sang Pangeran menghakimi Raden Adipati
Danurejo IV yg merupakan Patih Kesultanan Yogyakarta pada saat itu yg dzolim
dalam menjalankan tugasnya sehingga tidak bisa menjawab segala laporan
kedzalimannya di hadapan Pangeran Diponegoro yg merupakan Wali Utama Sultan
Hamengkubuwono V. Ketika semua kedzalimannya terungkap melalui buku laporan
pajak yg dipertanyakan oleh Pangeran Diponegoro, Sang Patih tidak dapat
menjawab dengan tegas dan berusaha mengelak dari semua kedzalimannya. Akibatnya
Pangeran Diponegoro merasa jengkel mendengar jawaban dari Sang Patih yg
berbelit-belit dan terjadilah sebuah adegan yg sangat dikenang oleh Patih
Danurejo IV yaitu ketika sandal atau selop Pangeran Diponegoro mendarat tepat
di pipi kiri Sang Patih hingga dirinya tersungkur, nyaris orang-orang yg hadir
pada saat itu menahan napas ketika mendengar pekikan Patih Danurejo IV. Begitu
pula Komandan Bhayangkara setia Patih Danurejo IV yg bernama Wironegoro ikut
merasakan sebuah tendangan beserta selopnya Pangeran Diponegoro yg menghujam
dadanya ketika mencoba membantu atasannya yg terjatuh. Sejak saat itu pula dirinya beserta sahabat
karibnya Wironegoro bersaksi untuk menghancurkan tugas suci yg di emban
Pangeran Diponegoro.
Ada juga keadaan
yg mengharukan karena orang-orang yg dicintai Sang Pangeran pergi meninggalkan
seperti pamannya Pangeran Ngabehi yg
juga merupakan penasihat militer utama pasukan Pangeran Diponegoro beserta
Raden Mas Joyokusumo dan Adikusumo anak dari sang paman yg dikepung oleh
pasukan Hulptroepen Belanda di pegunungan Kelir hingga mereka dibunuh dengan
sangat keji. Ditangkap pula Kyai Mojo penasihat agama utama Sang Pangeran dan Pangeran Mangkubumi yg juga
merupakan paman dari Pangeran Diponegoro. Syahid pula adik dari Pangeran
Diponegoro yg bernama Pangeran Abdul Rohim di Gunung Sirnabaya. Sampai hal yg
sangat haru serta mengecewakan Sang Pangeran seperti berpindah haluannya Ali Basah Sentot
Prawirodirjo yg merupakan panglima muda yg sangat dikagumi oleh Sang Pangeran
ke pihak lawan karena sudah pasrah akan keadaan dan bahkan seorang panglima
tertinggi pasukannya bernama Ali Basah Kertopengalasan berkhianat untuk menjadi
wasilah terjadinya perundingan damai dengan pihak musuh. Serta masih banyak
lagi penggalan-penggalan adegan yg sangat mengharu biru yg di rasakan oleh Raden
Mas Ontowiryo yg merupakan nama lain dari Sang Pangeran.
Atau bahkan
keadaan yg memilukan seperti kisah cintanya Fatmasari putri dari Patih Danurejo
Kesultanan Yogyakarta yg penuh akan kerumitan. Kisah cinta yg penuh dengan
tanda tanya akan kemana hatinya hendak dilabuhkan di antara dua pemuda berparas
tampan yg berada di pihak seberang dari barisan ayahandanya yaitu Basah Katib
atau-kah Basah Nurkandam. Kisah cinta yg penuh dilematis hingga pada akhirnya
kerumitan cintanya berakhir kepada yg maha cinta. Belum sempat hatinya
dilabuhkan kepada salah satu pemuda idamannya, dirinya sudah harus pulang
menghadap cinta sejatinya. Atau seperti kisah cintanya Nuryasmin adik dari
Basah Nurkandam pimpinan Janissary Terakhir dari Istanbul itu yg tidak luput
akan cobaan. Belahan jiwa dari Basah Katib sahabat karib kandanya itu harus
rela mengambil resiko untuk ditinggalkan setiap akan mendampingi Pangeran
Diponegoro bergeriliya di tengah hutan. Hingga cobaan yg sangat membuat dirinya
terpukul karena fitnah keji yg dituduhkan oleh bahkan orang terdekat dengan
mereka kepada sang suami. Ada juga kisah cintanya Sofiyawati gadis desa anak
tukang pandai besi yg sederhana tapi sampai pada tujuan. Cinta dalam diam,
begitulah sekiranya dapat disematkan kepada dirinya karena rasa cintanya kepada
Basah Nurkandam tanpa pernah diungkapkannya. Namun pada akhirnya gadis desa yg
polos itu mendapaatkan apa yg dicitakannya.
Sampai
keadaan yg membuat diri ini tertawa sendirian karena membaca tingkah jenaka
Banteng Wareng dan Joyosuroto dua pengawal setia Sang Pangeran ketika
berkhidmat kepada tuannya. Tingkah yg selalu saja membuat suasana yg tadinya
menegangkan akhirnya menjadi pecah seketika dengan celetukan-celetukan yg
keluar dari mulut-mulut mereka. Ada juga dua pengawal Basah Nurkandam yg tidak
kalah kocaknya. Kang Prasojo dan Kang Legowo yg selalu saja tidak pernah akur,
akan tetapi ketidak akuran mereka tidak mengurangi rasa kesetiaannya kepada tuannya
Basah Nurkandam.
Begitu pula
dengan latar tempat yg digambarkan. Mulai dari suasana sakralnya pusat
Kesultanan Mataram, mengintari pegunungan dan hutan belantara yg ada di bagian
Baratnya hingga keindahan Taman Gulhane dan kebun-kebun Istana Topkapi yg ada
di Turki tempat asalnya para Janissary Terakhir.
Tanpa
terkecuali fakta-fakta sejarah yg dituangkan di dalam novel ini berkaitan
dengan perang Jawa dan kehidupan masyarakatnya yg mungkin jarang diketahui
bahkan oleh orang Jawa asli terlebih lagi generasi milenial saat ini yg
ketergantungan mendapatkan informasi dengan cara instan. Fakta sejarah seperti
adanya keterkaitan antara penyebab datangnya para penjajah Eropa ke Nusantara
dengan kebijakan yg dikeluarkan oleh Muhammad Al-Fatih sang penakluk
Konstatinopel. Maka dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung Sultan Turki
Utsmani itu-lah yg menjadi penyebab bangsa kita dijajah oleh orang-orang Eropa.
Namun ada sebuah narasi yg sangat paripurna digaungkan oleh penulis kepada para
pembacanya berkaitan dengan itu. Bahwa kita pada saat itu tidak sedang dijajah
oleh orang-orang Eropa, akan tetapi kita-lah yg sedang berjihad melawan mereka
untuk mempertahankan Nusantara. Narasi menarik lainnya yg hendak dibangun pula
oleh penulis melalui novel ini adalah mengenai semangat untuk mempersiapkan
kebangkitan Islam yg selanjutnya menurut penulis akan digilirkan kepada kita
umat Islam Indonesia. Argumentasi dari narasi-naarasi di atas diselipkan
penulis di dalam beberapa adegan yg ada pada novel ini yg dituangkan dalam
bentuk dialog sehingga dengan mudah dapat dipahami.
Ada juga
fakta sejarah menarik lainnya seperti nilai-nilai agama Islam yg diterapkan
oleh beberapa Sultan Mataram melalui simbol-simbol yg dekat dengan kehidupan
mereka, seperti misalnya pakaian-pakaian serta pernak-pernik yg dikenakan,
arsitektur bangunan serta tata letaknya sampai kepada makanan sekalipun. Dan
masih banyak lagi fakta-fakta sejarah yg bisa didapatkan dengan hanya membaca
novel ini yg sangat mudah untuk dipahami karena beberapa kelebihan yg sudah
dijelaskan sebelumnya.
Namun tentu
saja setiap karya manusia itu tidak ada yg sempurna, sebagaimana nasihat
penulis yg juga sering diutarakan kepada para jama’ah setianya.
Kesalahan-kesalahan kecil yg pembaca temukan seperti kesilapan nama tokoh di
beberapa adegan yg membuat pembaca agak sedikit kebingungan untuk mengikuti
alur pembicaraanya. Namun bagi pembaca itu tidak menjadi masalah yg berarti,
karena secara keseluruhan novel ini sudah sangat membuat pembaca terkesima dengan
pengetahuan-pengetahuan baru yg pembaca dapatkan.
Maka dengan
adanya novel ini agaknya menurut pembaca kita bisa belajar sejarah dengan cara
yg lebih santai, kalau kata anak milenial BELAJAR SEJARAH dengan SANTUY dan
sepertinya agar lebih SANTUY lagi novel ini lebih menarik juga jika difilmkan,
bagaimana Maktuub Gurunda @salimafillah
0 komentar